Caption Foto : Ilustrasi petani kepala sawit / Istimewa
Suarafajar, Samarinda – Penurunan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit terus menjadi tantangan bagi petani di Kalimantan Timur. Dalam dua pekan terakhir, harga sawit yang dibeli pabrik mengalami koreksi akibat melemahnya harga minyak sawit mentah (CPO) dan inti sawit (kernel) di tingkat perusahaan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Andi M Siddik, mengungkapkan bahwa penurunan ini tidak bisa dihindari, karena mengikuti pergerakan harga komoditas global yang tercermin pada harga jual CPO.
“Turunnya harga CPO dan kernel dari seluruh perusahaan sumber data sangat mempengaruhi nilai jual TBS yang diterima petani, terutama yang tergabung dalam kemitraan plasma,” jelas Andi, Rabu (2/7).
Menurut data resmi Dinas Perkebunan Kaltim, untuk periode 16–30 Juni 2025, harga rata-rata CPO ditetapkan sebesar Rp 13.215,97 per kilogram. Sedangkan kernel berada di angka Rp 11.471,43 per kilogram, dengan indeks K 89,06 persen.
Harga TBS sawit ditentukan berdasarkan umur tanaman. TBS dari pohon berumur 3 tahun, misalnya, dihargai Rp 2.716,05 per kilogram. Sementara untuk pohon berumur 10 tahun, harganya mencapai Rp 3.085,35 per kilogram. Harga ini berlaku sebagai standar untuk petani plasma yang bermitra dengan perusahaan pabrik minyak sawit.
Meski harga turun, Andi menekankan pentingnya kemitraan antara kelompok tani dan pabrik. Menurutnya, petani yang sudah terikat dalam skema kemitraan akan tetap mendapatkan harga acuan yang transparan dan adil.
“Melalui pola kemitraan, harga yang diterima petani bisa lebih terjamin dan tidak bergantung pada tengkulak yang seringkali mempermainkan harga,” tegasnya.
Pemprov Kaltim berharap sistem kemitraan ini dapat memperkuat posisi tawar petani sekaligus menjaga stabilitas penghasilan di tengah fluktuasi harga pasar global. Model kebun plasma dianggap menjadi solusi jangka panjang untuk mewujudkan kesejahteraan petani kelapa sawit di daerah.
Penulis : Bibah