Caption Foto: Potret Mode Transportasi Darat
Permasalahan transportasi bukanlah isu sederhana yang hanya berkaitan dengan jalanan padat dan lalu lintas macet. Dampaknya meluas ke berbagai sektor. Konsumsi bahan bakar yang boros menekan pengeluaran masyarakat sekaligus memperbesar ketergantungan Indonesia terhadap impor energi. Waktu produktif masyarakat banyak terbuang di perjalanan, menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit. Dari aspek lingkungan, sektor transportasi tercatat sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar kedua dari sektor energi. Sementara dari sisi keselamatan, data menunjukkan dari Polda Kaltim Update Per Agustus 2025 tercatat Lakalantas sebesar 585 kejadian yang terjadi pada status jalan di Kalimantan Timur mencakup jalan Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota serta Desa/lokal.
Situasi ini semakin terasa di Kalimantan Timur (Kaltim). Data Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Kalimantan Timur mencatat, pertumbuhan kendaraan bermotor pada periode 2019–2021 rata-rata mencapai 24,4 persen. Tahun 2021 saja terdapat 128.073 kendaraan berplat hitam, 311 kendaraan berplat kuning, dan 1.401 berplat merah. Bahkan, dari 2019 hingga 2023, pertumbuhan kendaraan baru, baik roda dua (R2) maupun roda empat (R4) menyentuh angka 31,87 persen di seluruh kabupaten/kota, mulai dari Samarinda, Balikpapan, Bontang, hingga Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara. Lonjakan tajam ini tentu menuntut tata kelola transportasi yang lebih terukur.
Konteksnya menjadi semakin krusial karena Kaltim kini menjadi pusat perhatian nasional seiring pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Kehadiran IKN menuntut sistem transportasi yang modern, aman, dan efisien, baik untuk mobilitas penduduk maupun distribusi barang. Namun sayangnya, perangkat regulasi yang ada belum sepenuhnya menjawab kebutuhan tersebut. Peraturan Daerah Tataran Transportasi Wilayah (TATRAWIL) No. 13 Tahun 2012, misalnya, sudah terlalu lama berlaku dan tidak lagi relevan dengan dinamika mobilitas masyarakat saat ini. Padahal, tantangan transportasi semakin kompleks di tengah perubahan pola perjalanan dan pertumbuhan kendaraan bermotor yang begitu cepat.
Masalah mendasar lainnya terletak pada posisi transportasi dalam sistem pemerintahan daerah. Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sektor perhubungan memang dikategorikan sebagai urusan pemerintahan wajib, tetapi tidak termasuk pelayanan dasar. Implikasinya, transportasi kerap tidak menjadi prioritas dalam perencanaan pembangunan provinsi maupun kabupaten/kota. Padahal, transportasi memiliki peran vital sebagai tulang punggung aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat.
Dari perspektif akademik, pengelompokan ini perlu ditinjau ulang. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan jelas menugaskan pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota untuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan angkutan umum bagi orang dan barang sesuai kewenangannya. Dengan dasar hukum tersebut, wajar jika transportasi dipandang sebagai kebutuhan fundamental yang seyogianya masuk dalam kategori pelayanan dasar.
Penetapan transportasi sebagai urusan wajib pelayanan dasar akan menghadirkan banyak manfaat. Layanan angkutan umum yang aman, terjangkau, dan merata dapat dipastikan keberadaannya. Transportasi juga menjadi sarana utama masyarakat untuk mengakses pendidikan, kesehatan, pasar, serta berbagai layanan publik lainnya. Tanpa dukungan perhubungan yang memadai, kesenjangan antarwilayah akan melebar, distribusi logistik terhambat, dan daya saing ekonomi daerah melemah.
Dengan status baru transportasi sebagai urusan wajib yang masuk dalam pelayanan dasar, pemerintah daerah akan memiliki legitimasi yang lebih kuat untuk mengalokasikan anggaran, membangun infrastruktur transportasi, meningkatkan keselamatan lalu lintas, dan mengelola layanan publik secara lebih sistematis. Langkah ini juga akan memperkuat kesiapan Kaltim dalam menyambut IKN sekaligus mewujudkan pembangunan yang lebih inklusif.
Transportasi tidak bisa hanya dipandang sebagai urusan kendaraan di jalan, tetapi sebagai penopang ekonomi, kualitas hidup masyarakat, dan wajah daerah. Karena itu, gagasan menjadikan transportasi sebagai pelayanan dasar layak untuk dipertimbangkan serius agar Kaltim benar-benar siap menjawab tantangan masa depan dengan sistem transportasi yang terintegrasi, adil, dan berkelanjutan.
Penulis: Dian Kurniasih