Caption Foto : Polresta Samarinda membubarkan massa aksi yang menolak kampus mengelola tambang batubara di depan gedung DPRD Kaltim / Suarafajar
Suarafajar, Samarinda – Wacana pemberian izin usaha pertambangan kepada perguruan tinggi menuai penolakan dari mahasiswa di Kaltim. Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat (Mahakam) mendesak DPRD Kaltim untuk menyatakan sikap terkait kebijakan tersebut.
Dengan mengenakan almamater dan membawa spanduk bertuliskan penolakan, ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Tepian ini menggelar aksi unjuk rasa di depan pintu utama DPRD Kaltim pada Kamis (6/2).
Ketua Senat Hukum Universitas 17 Agustus Samarinda, yang menjadi orator dalam aksi tersebut mengatakan, pihaknya menolak menolak izin tambang untuk perguruan tinggi karena dampaknya akan lebih besar.
“Bukan hanya lingkungan, tapi juga peran kampus yang seharusnya berfokus pada pendidikan,” ujar Muzakkir.
Ia menyoroti kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang di Kaltim, termasuk kasus 41 anak yang tenggelam di lubang bekas tambang sejak 2011.
“Jika tambang dikelola kampus, bagaimana jaminan pengelolaannya tidak semakin memperburuk kondisi lingkungan,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menilai bahwa izin pertambangan bagi perguruan tinggi bertentangan dengan Tridharma Perguruan Tinggi, yang mengutamakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
“Perguruan tinggi seharusnya mendidik dan mencetak ilmuwan, bukan justru mengelola tambang,” ujarnya.
Selain dampak lingkungan, mahasiswa juga mengkritisi potensi kenaikan biaya kuliah jika perguruan tinggi berorientasi bisnis tambang. Mereka merujuk pada UU Nomor 2 Tahun 2012, yang mengizinkan kampus berbisnis dengan harapan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) menjadi lebih terjangkau.
“Nyatanya, sejak aturan itu berlaku, UKT masih tinggi dan justru semakin memberatkan mahasiswa. Apakah tambang akan menjamin biaya kuliah lebih murah,” ungkapnya.
Aksi berlangsung hingga pukul 18.00 Wita. Para demonstran terusmenunggu kehadiran anggota DPRD Kaltim untuk menyatakan sikap. Namun mereka tidak kunjung mendapat respons. Mereka pun tampak membakar ban sebagai bentuk kekecewaannya.
Namun upaya itu diredam aparat kepolisian yang berjaga dengan menyemprotkan air dari mobil water cannon ke arah ban yang terbakar. Aksi unjuk rasa pun semakin memanas sehingga kepolisian terpaksa membubarkan massa dengan water canon.
Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Hendri Umar, mengatakan bahwa demonstrasi berjalan tertib tanpa insiden kekerasan. Namun, karena melewati batas waktu, aparat akhirnya membubarkan massa menggunakan water cannon.
“Kami sudah mengingatkan, dan akhirnya mereka membubarkan diri dengan tertib. Sebanyak 240 personel dikerahkan untuk mengawal aksi ini,” tutupnya. (Redaksi Suarafajar)