Caption Foto : Ilustrasi Pertambangan
Suarafajar, Tenggarong – Di tengah gemerlap janji-janji industri tambang yang menggiurkan, Desa Tani Bhakti di Kecamatan Loa Janan, Kutai Kartanegara, berada di persimpangan jalan. Antara kilauan batu bara dan warisan bertani yang telah menjadi kehidupan desa selama bertahun-tahun, pemuda desa dihadapkan pada pilihan sulit.
Muhammad Amin, sang nahkoda Desa Tani Bhakti, tak henti-hentinya mengarungi pencarian solusi. “Tambang mungkin berkilau, namun bukanlah jaminan masa depan yang lestari,” ungkapnya.
Dibawah pimpinan Amin, Desa Tani Bhakti melawan arus dengan penuh semangat. Mereka menggelar serangkaian pelatihan pertanian dan perkebunan, membuka wawasan generasi muda terhadap potensi subur yang tersembunyi dalam pertanian. Bagi Amin, bertani bukan hanya tentang mengolah tanah, tetapi juga merupakan seni dan ilmu pengetahuan yang memberikan kebebasan.
“Bertani, bila dipadukan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, bisa mengubah petani menjadi penguasa tanahnya sendiri,” tutur Amin dengan penuh visi.
Visi Amin tak berhenti pada kata-kata. Ia bermimpi tentang Desa Tani Bhakti yang berdaulat pangan, lepas dari belenggu tambang batu bara.
“Ketika pemuda kita menyadari nilai sejati pertanian, mereka akan kembali ke pangkuan tanah leluhur,” harap Amin.
Desa Tani Bhakti, dengan semangatnya yang tak tergoyahkan, kini menjadi mercusuar bagi desa-desa lain. Mereka membuktikan bahwa di tengah gurita tambang, pertanian tetaplah bintang pandu menuju masa depan berkelanjutan, menjanjikan ketahanan pangan dan kemandirian bagi generasi yang akan datang.
Dengan semangat yang kokoh dan tidak pernah goyah, Desa Tani Bhakti kini menjadi contoh yang diikuti oleh desa-desa lain. Mereka menegaskan bahwa di tengah gurita industri tambang, pertanian masih tetap menjadi penuntun menuju masa depan yang berkelanjutan, menawarkan jaminan ketahanan pangan serta kemandirian untuk generasi mendatang.
(ADV/DiskominfoKukar/VIC/NSA)